Assunnah.ID

Media beramal jariyah dengan dakwah sunnah

Perkara yang Baik Tidak Selalu Benar di Mata Allah, Perkara Buruk Bisa Saja Benar di Mata Allah

Posted on

Tidak semua yg baik itu benar, dan yg baik di mata manusia belum tentu benar di mata tuhanku dan tuhanmu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Saat mayoritas orang mengatakan kebatilan (salah/tidak benar) itu benar, maka ia akan berubah menjadi kebenaran di mata manusia. Tapi standar Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak berubah, yang benar tetaplah benar, dan yang salah tetap salah. Yang haq tetaplah haq, dan yg batil tetaplah batil. Ia batil… batil… batil… meski seluruh umat manusia menganggapnya baik. Allah tidak mengikuti kemauan manusia, tapi Manusia-lah yang harus mengikuti kemauan Allah. Allah tetapkan yang benar dan yg salah, manusia yg harus mengikutinya. Bahkan meski di mata manusia kemauan Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu adalah hal yang terlihat buruk sekalipun, manusia harus tetap mematuhinya. Apa contohnya?

Ibrahim Allaihisalam datang dengan tauhid, Lailahaillallah (tiada tuhan selain Allah). Sejak kematian Ibrahim, seiring waktu tauhid memudar. Orang2 di masa Jahiliyah dulu (seperti kaum Yahudi & Quraish) mulai mewakilkan Allah dengan patung, matahari, pohon, dsb. Mereka pun beralih menganggap menyembah berhala itu sebagai hal yg baik. Sebaliknya, yang datang membawa Tauhid (seperti Rasulullah Muhammad salallahu alaihi wassalam) disebut batil dan di usir. Disini “yang batil bertukar tempat dengan yang benar.”

Tapi apakah kebatilan yg mereka lakukan itu menjadi sebuah kebenaran? Tentu tidak!

Di mata mayoritas manusia kala itu “menyembah berhala” memang baik, dan mereka yang benar-benar bertauhid seperti Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa salam batil karena membawa Tauhid. Tapi bagaimana di mata tuhan? Yang batil tetaplah batil, yang benar tetaplah benar. Allah memperbaiki kebenaran yang bertukar dengan kebatilan di muka bumi dengan mengutus Nabi & rasul. Ia mengutus nabi & rasul untuk mengembalikan yang batil dan benar ke tempatnya semula.

Contoh lainnya, musik. Di “zaman now” sekarang ini, siapa yang tidak menganggap bahwa musik itu adalah kebaikan? Mayoritas manusia sekarang ini menganggap bahwa musik adalah hiburan yang menghilangkan stres dan mengandung kebaikan. Tapi tahukah kamu bahwa musik sebenarnya adalah anak-anak panah setan, yang Allah subhanahu wa ta’ala melarangnya?

Jadi, yang menentukan mana yg baik dan buruk itu tuhanmu, bukan dirimu, bukan manusia. Kalau firman Allah berkata itu buruk ‘ya buruk’ , meskipun ia tampak baik di mata manusia. Begitupun sebaliknya, kalau Allah berkata itu baik maka “baiklah” perkara itu, bahkan meski perkara itu tampak buruk di mata mayoritas manusia.

Sering kali manusia, meski firman Allah telah jelas ditulis dalam kitabnya, tapi mereka masih mengingkarinya. Dengan alasan wali songo beginilah, Ustadz itu begitulah, Kyai ini saja seperti inilah, ulama itu seperti itulah, toleransilah (toleransi ada batasnya), bhinneka tunggal ika-lah, persatuan-lah, dan banyak tetek bengek alasan lainnya.

Sekarang saya tanya, tuhanmu itu siapa? Yg menciptakanmu siapa? Yg memberimu rizki siapa? Allah atau mereka? Mereka bilang itu baik, tapi tuhanmu bilang itu salah, kamu masih keukeh mengingkari tuhanmu dan ikut mereka?

Parahnya, saat yang melihat dan menganggap suatu perkara itu baik adalah orang kafir, sementara di saat yang sama firman Allah berkata itu salah, seorang muslim menutup mata terhadap firman / kitab Allah dan mengerjakan apa yg dianggap kafir itu benar. Kamu mau ngikut manusia atau tuhanmu?

Jadi, berhati-hatilah terhadap kebatilan yang di bungkus dengan kebaikan. Karena tidak semua kebaikan itu adalah kebenaran.

Perkara Baik di Mata Manusia, Tapi Buruk di Mata Allah

Berikut beberapa contoh perkara yang tampak baik di mata manusia, namun Allah memandangnya sesuatu yang buruk/batil :

  1. Semua bid’ah (wiridan, kenduri, tahlilan, yasinan, Syukuran, Perayaan Maulid & Isra’ Mi’raz dsb)
  2. Musik
  3. Kerja di bank konvensional
  4. Memberikan masjid/musholla dan pekarangannya untuk peribadatan umat agama lain atas dasar toleransi.
  5. Syukuran 4 atau 7 bulanan kehamilan
  6. Pakai empon-empon untuk bayi baru lahir
  7. Jimat (contoh kecil: percaya sakit perut bisa hilang jika mengantongi batu)
  8. Meyakini indiego adalah berkah dari tuhan (padahal ia adalah penyakit setan)
  9. Percaya kepada orang pintar atau paranormal (padahal mereka orang bodoh dan tidak normal)
  10. Ulang tahun
  11. Pakai cincin kawin
  12. Dll

Perkara Buruk di Mata Manusia Tapi Baik di Mata Allah

Dan berikut beberapa contoh dimana manusia memandangnya buruk, namun Allah subhanahu wa ta’ala memandangnya sebagai kebaikan:

  1. Poligami, tidak disukai mayoritas perempuan
  2. Memberikan / menghadiahkan istri kepada lelaki lain (tentu ada kaidah2 tersendiri untuk melakukannya), terjadi pada zaman kenabian. Salah seorang sahabat dari Anshar bernama Saad bin Rabi menawarkan dua pilihan untuk di hadiahkan kepada sahabat nabi lainnya dari kaum muhajirin Abdurrahman bin Auf. Salah satu dari dua istrinya, atau separuh dari kekayaannya. Semua karena keridhoan mereka terhadap Allah, dan Allah ridho terhadap mereka.
  3. Perceraian rumah tangga, ia adalah perkara buruk di mata manusia. Namun meski Allah membencinya, Allah subhanahu wa ta’ala tidak melarangnya.

Catatan:
Bukan berarti wali songo, Ustadz, Kyai, dan semua ulama itu seluruh pemahamannya salah dan sesat. Tapi seluruh manusia di muka bumi ini punya salah. Dan satu kesalahan manusia tidak bisa menjadikan mereka langsung jadi sesat.

Tapi jika ditanya mau ikut rasul atau wali dsb, orang yg logikanya jalan tentu akan mengikuti rasul. Karena Rasulullah dijaga oleh Allah setiap perkataan dan perbuatannya agar tidak salah. Sementara wali, ustad, Kyai, dan ulama lain tidak dijaga oleh Allah, sebagaimana Allah menjaga nabi Muhammad Sallallahu alaihi wasallam.

Jika di urut, diagram kebenaran itu seperti ini:

  • Kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, disampaikan oleh malaikat Jibril
  • Rasulullah Salallahu alaihi wasallam menerimanya dari Jibril dan menyampaikan
  • Ulama hanya mewarisi dan menyampaikan. Bukan menentukan, apalagi menambahi dan mengurangi.
  • umat mengikuti dan menjalankan
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Leave a Reply

Your email address will not be published.*
*
*