Assunnah.ID

Media beramal jariyah dengan dakwah sunnah

Hukum Berdebat: Jauhilah Debat Meski Engkau Berada di Atas Kebenaran!

Posted on

Setiap pernyataan pasti ada pro dan kontra. Ada yg setuju dan tidak setuju. Seperti mereka yg mengaku-ngaku Aswaja (siapa pun bisa mengaku Aswaja, btw) terutama mereka para pengikut “Islam Nusantara” (did u know who I mean?). Mereka sangat menolak keras pemahaman Salafi yang sering mereka juluki dengan sebutan “WAHABI”. Maka jangan heran kalau dalam setiap pernyataan yang mengandung unsur agama, pasti selalu ada perdebatan disana.

Lantas bagaimana kita menyikapinya?

Seorang yang tunduk kepada Allah, dan mengikuti Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam dengan pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in, mereka tidak akan jatuh ke dalam debat, terutama debat kusir. Alasannya:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ

Artinya:
“Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras debatnya.”

– HR. Bukhari, no. 4523; Muslim, no. 2668

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ

Artinya:
“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.”

– Shahih at-Targib wat Tarhib, jilid 1, no. 138

Nabi Sulaiman ‘alaihis sallam berkata kepada anaknya,

يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ

Artinya:
“Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.”

– Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi

Imam Syafi’i, beliau berkata

مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلا عَلَى النَّصِيحَةِ

Artinya:
“Tidaklah aku mendebat seseorang melainkan dalam rangka memberi nasihat.”

– Adabu Asy-Syafi’i wa Manaqibuhu hal. 69

Beliau juga berkata,

وَاللَّهِ ، مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ يُخْطِئَ

“Demi Allah, tidaklah aku mendebat seseorang melainkan berharap akulah yang keliru.”

– Tabyinu Kadzbil Muftari hal. 340

LANTAS bagaimana jika ada seseorang yang sedang berdiri diatas kebatilan, atau seseorang yang sedang mendakwahkan sesuatu yg batil?

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

– QS. An-Nahl: 125

Selain itu, jika ada seseorang melihat saudaranya berada dalam kebatilan, hukum wajibnya ia beramar ma’ruf Nahi Munkar (yaitu menasihati) terhadap saudaranya itu adalah sekali. Jika ia menolak dan mendebatmu, maka tinggalkanlah ia. Karena kamu telah lepas dari dosa, dan saudaramu itu tidak akan bisa menuntutmu lagi di akhirat kelak (karena kamu telah mengajaknya pada kebenaran).

Sesungguhnya debat itu kecil manfaatnya, dan lebih besar Mudharatnya. Karena masing-masing pihak menganggap pemahamannya adalah yg paling benar, dan orang yang beranggapan ia berada di jalan yg benar padahal ia batil adalah lebih sulit menerima kebenaran dari pada orang yg bermaksiat.

Selain itu debat sarat dengan menjatuhkan lawan, emosi, ejekan, celaan, dendam, permusuhan, murka dan mematikan hati.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Leave a Reply

Your email address will not be published.*
*
*