Saya ingin sedikit menuntun orang-orang non-muslim dalam mengenali Islam. Nasihat dari saya, jangan pernah “mengenali” apalagi “menilai” agama Islam dari umatnya, jangan melihat dari orang-orangnya. Tapi lihatlah kitabnya. Baca kitabnya dan kenalilah Islam. Kenapa saya sampaikan demikian, “Karena tidak semua umat muslim mengikuti apa yang diperintahkan tuhan mereka dalam kitabnya Al-quran”.
Bukankah hal yg sama berlaku bagi agama kalian? Sama seperti muslim, kaum nasrani, Hindu, Buddha dsb ada yg mencuri, memperkosa, membunuh dll. Apakah kamu rasa “benar” jika saya menilai agamamu dari umatmu yang mencuri itu? Tentu tidak bukan?
Maka saya katakan sebagai Nasihat. Jika ada seseorang dari kami yg mengaku muslim bersumpah serapah, bahkan jika ia mengaku sebagai “ulama”. Dan apabila ada satu kelompok dari kami yang mengaku “organisasi Islam” tapi mereka menyudutkan kelompok Islam lainnya. Maka janganlah dirimu menyamakan dan menilai Islam dari perilaku mereka, sebelum kamu melihat Alquran. Karena Islam adalah apa yang terukir dalam Alquran, bukan apa yang di ukir oleh umat-umatnya.
Bahkan jika orang Islam itu mengaku sebagai “ulama”, janganlah menilai Islam dari mereka. Karena tidak ada manusia yang sempurna, dan tentu setiap manusia memiliki dosa. Tidaklah adil jika menilai sebuah agama dari satu dosa yang dilakukan manusia, bukan?
Terlebih rasûlullâh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa ada seorang alim yang mengajak manusia pada kebaikan, namun ia sendiri tidak mengerjakan kebaikan itu:
مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَيَنْسَى نَفْسَهُ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ وَيَحْرِقُ نَفْسَهُ
Artinya:
“Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia namun ia melupakan dirinya sendiri, laksana sebuah lilin yang menerangi orang sambil membakar dirinya”– zHR. at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabîr, 2/166; Ibnu Abi Ashim dalam al-Ahâd wal Matsâni, no. 2314. lihat Shahîh al-Jâmi’, no. 5831
Maksud dari hadits di atas adalah, bahkan ada seorang yg alim, yang ia memiliki ilmu agama, pandai menasihati orang dalam hal agama, tapi ia sendiri tidak mengamalkan agamanya, ia tidak berkaca pada dirinya sendiri. Tidak memperbaiki dirinya.
Maka dari itu, nilailah agamaku dari kitabku, bukan dari aku, juga bukan dari saudaraku. Kalaupun dirimu ingin melihat cerminan agamaku dari seseorang, maka lihatlah agamaku dari rasulku Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Karena beliau adalah “Alquran yang berjalan”.
Semoga Allah memberi taufiq dan hidayahnya kepada kita semua.